Beranda

Selasa, 25 Juni 2013

3 CARA ALLAH SWT MENGAWASI.

Karena taku didatangi pencuri, maka warga suatu perumahan menyewa penjaga atau hansip. Tetapi terkadang pencurian masih terjadi walau hansip sudah dibayar. Hal ini bisa terjadi bila hansip tersebut lengah atau ketiduran, sehingga si pencuri bisa melakukan aksinya. Hansip juga manusia!
Bagaimana dengan Yang Maha Mengetahui? Allah SWT mengawasi manusia 24 jam sehari atau setiap detik tidak ada lengah. Didalam melakukan pengawasan, ada 3 cara yang dilakukan Allah SWT:

1

Allah SWT melakukan pengawasan secara langsung. Tidak tanggung-tanggung, Yang Menciptakan kita selalu bersama dengan kita dimanapun dan kapanpun saja. Bila kita bertiga, maka Dia yang keempat. Bila kita berlima, maka Dia yang keenam (QS. Al Mujadilah 7). Bahkan Allah SWT teramat dekat dengan kita yaitu lebih dekat dari urat leher kita. qs-qaaf-16.gif
“Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (QS. Qaaf 16)

2

Allah SWT melakukan pengawasan melalui malaikat.
qs-50-17.gif
“ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri.” (QS. Qaaf 17)
Kedua malaikat ini akan mencatat segala amal perbuatan kita yang baik maupun yang buruk; yang besar maupun yang kecil. Tidak ada yang tertinggal. Catatan tersebut kemudian dibukukan dan diserahkan kepada kita (QS. Al Kahfi 49).

3

Allah SWT melakukan pengawasan melalui diri kita sendiri. Ketika kelak nanti meninggal maka anggota tubuh kita seperti tangan dan kaki akan menjadi saksi bagi kita. Kita tidak akan memiliki kontrol terhadap anggota tubuh tersebut untuk memberikan kesaksian sebenarnya.
qs-36-65.gif
“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” (QS. Yaasiin 65)
Kesimpulannya, kita hidup tidak akan bisa terlepas dimanapun dan kapanpun saja dari pengawasan Allah SWT. Tidak ada waktu untuk berbuat maksiyat. Tidak ada tempat untuk mengingkari Allah SWT. Yakinlah bahwa perbuatan sekecil apapun akan tercatat dan akan dipertanyakan oleh Allah SWT dihari perhitungan kelak.
Wallahu a’lam bish showab.

MEMBUKTIKAN KEBENARAN AL QUR'AN DGN LOGIKA SEDERHANA



Keaslian Al-Quran justru lebih mudah dipastikan secara logika ketimbang secara pemahanan alam ghaib. Dan logikanya sangat sederhana, karena cukup menerima fakta nyata. 
Untuk memastikan keaslian Al-Quran yang ada di tangan kita, bahwa dia benar-benar Al-Quran yang turun kepada nabi Muhammad SAW 14 abad yang lampau, kita bisa melakukan serangkaian tes dan pengujian. 
Mari kita ambil 5 orang anak usia 10-an tahun dari 5 benua yang berbeda. Dengan syarat, anak-anak itu sudah pernah belajar membaca Al-Quran. Syarat kedua, anak-anak itu tidak saling kenal. Lalu kepada mereka kita minta untuk membaca surat Al-Fatihah bersama-sama. Maka kita akan mendengarkan bacaan yang sama dari mereka. Panjang pendeknya huruf, idgham dan ikhfa’nya, serta makhrajnya, semua akan sama dan berpadu indah. 
Sekarang mari lakukan pada 5 anak lain yang beragama kristen. Dari 5 benua yang berbeda, lalu kita minta mereka membaca satu ayat saja dari Bible yang mereka punya. Maka kita akan mendengar kebisingan, karena masing-masing akan membaca ayat itu dengan cara berbeda-beda. 
Dan lakukan terus dengan 5 anak lagi, kali ini dengan agama lain, misalnya Hindu, Budha, Shinto. Konghucu dan seterusnya. Maka yang kita dengar hanya kebisingan saja. Sebab ternyata masing-masing anak itu membaca bacaan yang sama sekali berbeda. 
Percobaan sederhana ini sudah dengan mudah membuktikan bahwa Al-Quran sampai hari ini tidak pernah mengalami pemalsuan. Bahkan panjang pendeknya tiap-tiap huruf tetap sama, meski yang membacanya anak dari benua Afrika, Eropa, Australia, Asia atau Amerika. 
Sebab penyebaran Al-Quran bukan hanya lewat cetakan mushaf, melainkan lewat oral system. Atau talaqqi dari Nabi Muhammad SAW kepada para shahabat, lalu dari para shahabat kepada para tabi’in, terus ke para tabi’it tabi’in. Dan terus menerus bersambung sampai kepada kita hari ini. 
Ternyata selama ini banyak umat Islam yang belum tahu, bahwa setiap qari’ (ahli baca quran) punya ijazah dari gurunya. Dan kalau diurutkan, akan terbentuk sebuah silsilah panjang yang akan berujung kepada Rasulullah SAW. Dan pola ini hanya ada di dalam dunia Islam, tidak akan kita temukan di agama lain. 
Dan juga tidak banyak yang tahu, bahwa Al-Quran adalah satu-satunya buku di dunia ini yang dihafal luar kepala oleh ratusan juta umat manusia. Sementara Paus di Roma belum pernah kita dengar menghafal luar kepala Biblenya itu. Demikian juga, kita belum pernah mendengar ada pemuka agama apa pun di dunia ini yang pernah menghafal luar kepala kitab sucinya. 
Yang menarik, tidak ada satu pun terjadi perbedaan bacaannya. Bila seorang imam shalat salah baca satu ayat Quran, maka semua makmum akan langsung meralat dan membetulkannya. Sehingga kita boleh bilang bahwa sebenarnya kita tidak perlu lagi dengan cetakan AL-Quran, karena sudah dihafal luar kepala oleh ratusan juta manusia. 
Bahkan anak-anak usia 10 tahunan di berbagai belahan dunia Islam sudah menghafal 6000-an ayat luar kepala. Ini bukan ceria hayal, melainkan realita. Di negeri kita ada banyak pesantren yang juga mengajarkan hafal Quran, salah satunya Pesantren Yanbu’ul Quran di Kudus, Jawa Tengah. Di pesantren ini, anak kelas 1 SD ditergetkan menghafal 5 juz, kelas 2 10 juz, kelas 3 menghafal 15 juz, kelas 4 menghafal 20 juz, kelas 5 menghafal 25 juz dan kelas 6 menghafal 30 juz. Jadi begitu lulus SD (12 tahun) 30 juz Al-Quran sudah ada di dalam memori otak mereka. 
Belum pernah ada sebuah kitab suci di dunia yang bisa dihafal oleh anak SD. Tetapi di Kudus, tiap tahun di wisuda anak-anak SD dengan 30 juz di dalam kepalanya. 
Sebenarnya masih banyak bukti-bukti sederhana yang memastiakan bahwa Al-quran adalah kitab suci dari Allah SWT yang asli dan tidak bisa dipalsukan. Namun sementara, ini saja dulu yang bisa kami sampaikan.

Siapakah orang yang paling kaya di dunia saat ini?

Siapakah orang yang paling kaya di dunia saat ini?

“Yang punya perusahaan Microsoft; Bill Gates!” Mungkin inilah jawaban yang terlontar, andaikan salah seorang dari kita dihadapkan pada pertanyaan di atas. Atau bisa jadi jawabannya, “Pemain bola anu!” atau “Artis itu!

Berbagai jawaban di atas barangkali akan sangat dianggap wajar karena barometer kekayaan di benak kebanyakan orang saat ini diukur dengan kekayaan harta duniawi. Padahal, jika menggunakan barometer syariat, bukan merupakan hal yang mustahil bahwa kita pun amat berpeluang untuk menjadi kandidat orang paling “kaya”!

Orang paling kaya di mata syariat

Orang paling kaya, jika diukur dengan timbangan syariat, adalah: orang yang paling nrimo.

Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan,

لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ

“Kekayaan tidaklah diukur dengan banyaknya harta, namun kekayaan yang hakiki adalah kekayaan hati.” (HR. Bukhari dan Muslim; dari Abu Hurairah)

Kaya hati, atau sering diistilahkan dengan “qana’ah“, artinya adalah ‘nrimo (menerima) dan rela dengan berapa pun yang diberikan oleh Allah Ta’ala.

Berapa pun rezeki yang didapatkan, dia tidak mengeluh. Mendapat rezeki banyak, bersyukur; mendapat rezeki sedikit, bersabar dan tidak mengumpat.

Andaikan kita telah bisa mengamalkan hal di atas, saat itulah kita bisa memiliki kans besar untuk menjadi orang terkaya di dunia. Ujung-ujungnya, keberuntunganlah yang menanti kita, sebagaimana janji Sang Musthafa shallallahu ‘alaihi wa sallam,

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ

“Beruntunglah orang yang berislam, dikaruniai rezeki yang cukup, dan dia dijadikan menerima apa pun yang dikaruniakan Allah (kepadanya).” (HR. Muslim; dari Abdullah bin ‘Amr)

Berdasarkan barometer di atas, bisa jadi orang yang berpenghasilan dua puluh ribu sehari dikategorikan orang kaya, sedangkan orang yang berpenghasilan dua puluh juta sehari dikategorikan orang miskin. Pasalnya, orang pertama merasa cukup dengan uang sedikit yang didapatkannya. Adapun orang kedua, dia terus merasa kurang walaupun uang yang didapatkannya sangat banyak.

Bagaimana mungkin orang yang berpenghasilan dua puluh ribu dianggap berkecukupan, padahal ia harus menafkahi istri dan anak-anaknya?

Ya, selain karena keberkahan yang Allah limpahkan dalam hartanya, juga karena ukuran kecukupan menurut Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebagai berikut,

مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ، مُعَافًى فِي جَسَدِهِ، عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ، فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا

“Barangsiapa yang melewati harinya dengan perasaan aman dalam rumahnya, sehat badannya, dan memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan-akan ia telah memiliki dunia seisinya.” (HR. Tirmidzi; dinilai hasan oleh Al-Albani

Hukumnya Istri minta cerai tanpa alasan yg diperbolehkan .



Perceraian adalah perkara halal yang paling dibenci oleh Allah. Perceraian dipilih ketika dibutuhkan saja. Apabila mempertahankan pernikahan akan mengakibatkan mudharat yang lebih besar. Dan jika tidak sangat diperlukan maka perceraian menjadi makruh karena mengakibatkan bahaya yang tidak bisa ditutupi.
Bagi wanita, meminta cerai adalah perbuatan sangat buruk. Dan Islam melarangnya dengan menyertakan ancaman bagi pelakunya, jika tanpa adanya alasan yang dibenarkan.
Dalam kitab Sunan yang empat dan Shahih Ibnu Abi Hatim dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا الطَّلاَقَ مِنْ غَيْرِ مَا بَأْس َفَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ
“Wanita mana yang meminta cerai kepada suaminya tanpa ada apa-apa maka haram baginya mencium wanginya surga.” HR. At-Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibnu Hibban, dishahihkan Al-Imam Al-Albani.
Lafadz: "tanpa adanya apa-apa" maksudnya tanpa ada kesempitan yang memaksanya untuk meminta pisah. (Tuhfatul Ahwadzi).
Dalam hadits yang lain: الْمُخْتَلِعَاتُ وَالْمُنْتَزِعَاتُ هُنَّ الْمُنَافِقَاتُ
“Istri-istri yang minta khulu’ (gugatan cerai dari pihak istri) dan mencabut diri (dari pernikahan) mereka itu wanita-wanita munafik.” (Shahih Sunan at-Tirmidzi)

Jika orang tua istri memerintahkan anaknya untuk meminta cerai dari suaminya, padahal suaminya orang yang bertakwa, dan tidak ada alasan syar'i yang membenarkannya, maka sag istri tidak boleh mentaati orang tuanya. Karena sebagai istri, ketaatan suami harus lebih didahulukan daripada orang tuanya. Kedudukan suaminya, baginya, lebih tinggi daripada orang tuanya.
Seorang istri boleh meminta cerai karena adanya pelanggaran hak-haknya yang membahayakan kehidupannya, jika tetap hidup bersama suaminya itu. Seperti akhlak suaminya yang buruk, suka menganiaya, tidak menunaikan kewajiban nafkah lahir maupun batin.
Dibolehkan juga bagi seorang istri meminta atau menggugat cerai jika suaminya melakukan hal-hal yang bisa membatalkan kaislamannya, seperti suka mencaci Allah, Rasul-Nya, atau Islam. suami meninggalkan shalat wajib dengan sengaja juga bisa dijadikan sebab untuk meminta atau menggugat cerai, bahkan istri muslimah harus dipisahkan dari suami seperti ini.

ketika ada persoalan dalam sebuah rumah tangga, sebaiknya

segera dibicarakan berdua untuk dicarikan solusi yang dapat diterima

dan tidak merugikan kedua belah pihak. Dalam membicarakannya, tidak

perlu ada perasaan kalah-menang, gengsi-gengsian, dan sebagainya.

Musyawarah dari hati ke hati mencari solusi terbaik. Jika tetap tidak

terselesaikan, sebaiknya dicarikan pihak ketiga (hakam, juru damai)

dari perwakilan keluarga suami dan keluarga istri untuk menengahi

persoalan yang dihadapi. Mungkin juga bisa menghadirkan tokoh

masyarakat yang bijaksana yang dinilai mampu membantu menyelesaikan

masalah rumah tangga. Firman Allah swt:



"Jika engkau khawatir terjadi perselisihan di antara keduanya,

maka utuslah seorang hakam (juru damai) dari pihak suami dan seorang

hakam dari pihak istri. Jika kedua pihak itu menghendaki perbaikan,

Allah akan memberikan taufik-Nya di antara kedua suami-istri. Sungguh

Allah Maha Mengetahui dan Mengenal" (QS. Al-Nisa': 35)

sumber : http://masmintos.blogspot.com/2010/03/hukumnya-istri-minta-cerai-tanpa-alasan.html
Siapapun suami didunia ini pasti selalu mendambakan istri yang sholehah, namun seperti apakah istri yang sholehah itu. Sesuai sabda Nabi Muhammad SAW ciri istri yang sholehah adalah:
“Apabila diperintah ia taat, apabila dipandang menyenangkan hati suaminya, dan apabila suaminya tidak ada dirumah, ia menjaga diri dan harta suaminya.” (HR.Ahmad dan An-Nasa’i, di Hasan-kan oleh Albani dalam Irwa’ no.1786)
Mempunyai istri sholehah merupakan kebahagiaan yang tidak terungkapkan, dan istri yang sholehah adalh perhiasan yang terindah sebagaimana sabda nabi:
“Dunia adalah perhiasan (kesenangan) dan sebaik-baik perhiasan (kesenangan) dunia adalah wanita (istri) shalihah.” (HR.Muslim dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash)
Seorang istri yang baik akan berusaha untuk melaksanakan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Walaupun terkadang timbul perasaan malas atau berat untuk melaksanakan sesuatu yang menjadi kewajibannya, tetapi hendaknya diingat bahwa keridhaan suami lebih diutamakan diatas perasaannya. Lihatlah apa yang dikatakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam ketika Aisyah Radhiyallahu ‘anha bertanya:
“Siapa diantara manusia yang paling besar haknya atas (seorang) istri?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam menjawab, “Suaminya.. “ (HR. Hakim dan Al-Bazzar)
Dengan taat kepada suami dan tentunya dengan menjalankan kewajiban agama lainnya, dapat mengantarkan istri kepada surga-Nya. Dalam hal ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam telah bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan di shahihkan oleh Al-Albani:

“Bila seorang wanita telah mengerjakan shalat lima waktu dan berpuasa pada bulan Ramadhan dan memelihara kemaluannya serta taat kepada suaminya, maka kelak dikatakan kepadanya: “masuklah dari pintu surga mana saja yang engkau inginkan.”

Kemudian hendaklah istri mengingat akan besarnya hak suami atas dirinya, sampai-sampai seandainya dibolehkan sujud kepada selain Allah maka istri diperintahkan untuk sujud kepada suaminya. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam:

“Andaikan saja dibolehkan seseorang bersujud kepada orang lain, niscaya aku perintahkan istri untuk sujud kepada suaminya.” (HR. Tirmidzi: Hasan Shahih)

Terlalu banyak peluang bagi seorang istri untuk beribadah kepada Allah dalam rumah tangganya dan terlalu mudah dalam memperoleh pahala dalam kehidupan suami istri. Namun sebaliknya terlalu mudah pula seorang istri terjerumus kepada dosa besar kalau melanggar ketentuan yang telah Allah gariskan. Yang perlu diingat oleh istri ialah agar berupaya mengikhlaskan niat hanya untuk Allah dalam melaksanakan kewajibannya sepanjang waktu..
Apabila diperintah oleh suaminya, istri diwajibkan untuk mentaati. Dan apabila suaminya tidak ada dirumah, istri harus pandai menjaga dirinya dan kehormatannya serta menjaga amanah harta suaminya. Istri yang demikian ini akan dijaga oleh Allah sebagaimana Firman-Nya:

“ ..maka wanita yang shalihah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena itu Allah telah memelihara (mereka).” (An-Nisa’: 34)

Adapun kriteria pertama dan ciri-ciri shalihah; Imam As-Sindi mengatakan dalam bukunya Khasyiah Sunan Nasai juz 6 hal 377: “Menyenangkan bila dipandang itu artinya indahnya penampilan secara dzahir serta akhlaq yang mulia. Juga terus menerus menyibukkan diri dalam taat dan bertaqwa kepada Allah.”

Banyak hal yang dapat menyenangkan hati suami, diantaranya: penampilan diri agar enak dipandang, dan berbicara dengan menggunakan tutur yang menyenangkan serta dalam hal pengaturan rumah mampu menciptakan suasana bersih dan nyaman.Pertanyaa yang harus kita jawab kalu senagai suami"Apakah istri kita sudah menjadi istri yang sholehah? Kalau sebagai Istri" Apakah anda sudah menjadi istri yang sholehah bagi suami anda? Coba kita reneungakn dan hayati ertanyaan ini , dan semoga bermanfaat.

Senin, 24 Juni 2013

Sebab-sebab “Tidak Dikabulkannya” Doa

Setiap kita tentunya biasa berdoa kepada Allah. Kita memohon kepada-Nya agar hajat dan keinginan kita Ia kabulkan. Ketika kita benar-benar butuh, tidak jarang kita berdoa sambil mengiba kepada Allah. Namun barangkali tidak jarang kita merasa doa kita tidak dikabulkan, atau setidak-tidaknya tidak segera dikabulkan.
ImageKetika seseorang merasa doanya tidak kunjung dikabulkan, tidak jarang sejak saat itu ia pun tidak lagi berdoa dan tidak punya harapan bahwa doanya akan dikabulkan oleh Allah. Padahal sikap seperti ini dilarang oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Beliau bersabda, “Doa salah seorang dari kalian akan dikabulkan selagi ia tidak buru-buru. (Yakni jika) ia berkata, ‘Aku telah berdoa kepada Tuhanku, tapi doaku tidak dikabulkan’.” (HR Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad). Dalam lafazh Muslim disebutkan: “Ditanyakan, ‘Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan minta agar doa segera dikabulkan?’ Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, ’(Yakni) hamba itu berkata, ‘Aku berdoa dan berdoa, tapi doaku tidak dikabulkan’.” (HR Muslim)
Kita semestinya menyadari bahwa ada banyak sebab mengapa sebuah doa tidak segera dikabulkan oleh Allah. Kita juga hendaknya paham bahwa hikmah besar pasti selalu ada di balik tidak dikabulkannya doa dalam waktu cepat. Di antara sebab dan hikmah itu adalah sebagai berikut.
Pertama, bisa jadi penyebab tertundanya pengabulan doa kita adalah karena kita belum memenuhi syarat-syarat diterimanya doa. Misalnya, kita tidak menghadirkan hati, tidak khusuk dan tidak merendahkan diri saat berdoa, kita berdoa bukan pada waktu dimana doa akan mudah dikabulkan, atau kita belum memenuhi syarat-syarat doa penting lainnya.
Kedua, terkadang doa tidak terkabul dikarenakan sebab tertentu seperti karena dosa yang kita belum bertaubat darinya, karena dosa di mana kita tidak bertaubat dengan jujur darinya, karena makanan kita mengandung syubhat, atau karena ada hak milik orang lain pada diri kita dan kita belum mengembalikannya. Karena itu, kita hendaknya bertaubat dengan taubatan nashuhah, dengan melengkapi syarat-syaratnya dan mengembalikan hak orang lain kepada pemiliknya terlebih dahulu hak orang lain tersebut masih ada pada diri kita. Inilah sebab terpenting tidak dikabulkannya doa. Disebutkan dalam hadits bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,“Hai Sa’ad (bin Abu Waqqash), makanlah makanan yang baik-baik, niscaya engkau menjadi orang yang doanya dikabulkan.” Juga disebutkan dalam sebuah hadits shahih bahwasanya Rasulullah mengisahkan seseorang yang rambutnya acak-acakan dan berdebu lalu menengadahkan tangannya ke langit untuk berdoa, ‘Ya Allah, ya Allah.’ Padahal, makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan keluarganya diberi makan dari sumber yang haram. Bagaimana doanya akan dikabulkan?” (HR Muslim, At-Tirmidzi, dan Ahmad). Oleh karena itu, kita harus berusaha membersihkan diri dari segala kotoran dosa yang bisa menjadi menghalangi ‘jalan-jalan’ terkabulnya doa.
Ketiga, bisa jadi Allah tidak mengabulkan doa kita karena Ia sengaja hendak menyimpan pahala doa kita tersebut untuk Ia berikan kepada kita di akhirat kelak atau karena Ia hendak menghilangkan keburukan dari kita. Diriwayatkan dari Ubadah bin Ash-Shamit radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,“Jika di atas bumi ada seorang muslim berdoa kepada Allah dengan satu doa, maka Ia akan mengabulkan doa itu atau menghilangkan keburukan darinya, selagi ia tidak mengerjakan dosa atau memutus hubungan kekerabatan.” Seseorang berkata, “Bagaimana kalau kita memperbanyak doa?” Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Allah akan lebih banyak lagi mengabulkan doanya atau menghilangkan keburukan darinya.” (HR At-Tirmidzi, Ahmad, dan Al-Hakim). Dalam riwayat Al-Hakim ada tambahan: “Atau Allah akan menyimpan pahala seperti doanya itu untuknya.” (HR Al-Hakim). Bisa jadi, ini lebih baik bagi kita, sebab dengan disimpannya pahala doa kita di akhirat dan baru diberikan kepada kita saat itu, maka hal itu akan mengangkat derajat dan martabat kita di akhirat. Saat itu, kita akan berbahagia dan bahkan berharap sekiranya seluruh pahala doa kita disimpan dan baru dibagikan di akhirat.
Keempat, penundaan terkabulnya doa merupakan salah satu bentuk ujian dari Allah kepada seseorang. Allah ingin menguji iman orang itu. Ketika doa tidak segera dikabulkan, syetan membisikkan pikiran jahat kepada seseorang, dengan berkata kepadanya, “Apa yang kita minta itu ada pada Allah. Tetapi mengapa doa kita tidak segera dikabulkan?” Begitu pula, syetan akan menyusupkan bisikan-bisikan jahat lainnya. Setiap muslim harus melawan bisikan-bisikan jahat seperti itu dan mengusirnya dari dirinya, dengan segala sarana. Ia harus sadar bahwa bisa jadi Allah tidak segera mengabulkan doanya karena Allah hendak menguji imannya. Ketika doa tidak segera dikabulkan, maka iman seseorang teruji dan terlihatlah perbedaan antara orang beriman sejati dengan orang beriman gadungan. Sikap seorang mukmin tidak akan berubah terhadap Tuhannya hanya karena doanya tidak segera dikabulkan dan malah ia semakin rajin beribadah kepada-Nya.
Kelima, tidak segera dikabulkannya doa semestinya membuat seorang muslim tahu dan menyadari sebuah hakikat penting. Yaitu bahwa ia adalah hamba Allah, sementara Allah iadalah pemilik segala-galanya. Pemilik berhak berbuat apa saja terhadap miliknya, baik memberi ataupun tidak memberi. Jika Allah mau memberi, maka itu salah satu bentuk keadilan-Nya dan Ia pasti punya alasan yang kuat untuk itu. Sedangkan jika Ia tidak memberi, itupun salah satu bentuk keadilan-Nya dan Ia juga pasti punya alasan yang kuat untuk itu. Ada baiknya kita merenungkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam setelah Perdamaian Hudaibiyah yang sepintas lalu merugikan Rasulullah dan kaum muslimin. Ketika itu beliau bersabda,”Aku Rasulullah dan Allah tidak akan pernah akan menelantarkan aku.” (HR Al-Bukhari, Muslim, dan Ahmad).
Keenam, terkadang doa yang tidak segera dikabulkan justru akan membuat kita semakin dekat kepada Allah, terus bersimpuh di hadapan-Nya, selalu merendahkan diri dan berlindung diri kepada-Nya. Sebaliknya, tidak jarang jika permintaan kita dikabulkan, maka kita menjadi lebih sibuk, lalu kita tidak lagi ingat kepada Allah, tidak meminta dan berdoa kepada-Nya, padahal keduanya adalah inti ibadah. Inilah realitas sebagian besar kita. Buktinya, jika tidak ada cobaan maka kita tidak berlindung kepada Allah.
Ketujuh, bisa jadi terkabulnya doa kita justru akan menjadikan kita berbuat dosa, akan berdampak buruk pada agama kita, atau akan menjadi fitnah bagi kita. Atau bisa juga apa yang kita minta itu sepintas lalu baik bagi kita padahal sebenarnya tidak baik bagi kita. Yang demikian ini terutama bagi seseorang yang mengajukan permintaan tertentu yang sangat spesifik kepada Allah dan tidak berdoa dengan doa-doa yang telah dituntunkan dalam Al-Qur’an atau yang diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Karena itu hendaknya kita memperhatikan doa-doa yang ada dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah.
Kedelapan, setiap doa punya ketentuan dan takaran. Adalah tidak masuk akal, hari ini seseorang yang amat miskin dan tidak melakukan usaha yang signifikan berdoa agar ia menjadi milyarder kaya raya pada esok paginya. Doa memiliki takaran, syarat, sebab, prolog, kerja keras, dan bahkan pengorbanan yang besar.
Kita harus ingat bahwa ketika Nabi Ya’qub ‘alaihissalam kehilangan anak kesayangannya, Nabi Yusuf ‘alaihissalam, beliau tidak henti-hentinya berdoa dan berdoa. Tapi pengabulan doa beliau tertunda hingga waktu yang lama, hingga ada yang mengatakan, “Nabi Ya’qub berdoa selama empat puluh tahun.” Penderitaan dan cobaan yang dialami Nabi Ya’qub ‘alaihissalam semakin meningkat. Anaknya yang lain, Bunyamin, juga hilang, sampai-sampai kedua matanya buta karena kesedihan yang mendalam. Kendati demikian, beliau tetap optimis bahwa semua penderitaan tersebut suatu saat akan berakhir. Ketika itulah, beliau berkata,“Mudah-mudahan Allah mendatangkan mereka semua kepadaku, sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.” (Yusuf: 83).
Demikian pula, Nabi Musa ‘alaihissalam pernah berdoa kepada Allah “Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau memberi kepada Fir’aun dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan pada kehidupan dunia. Ya Tuhan kami, akibatnya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan-Mu. Ya Tuhan kami, binasakan harta benda mereka, dan kuncilah mati hati mereka, karena mereka tidak beriman hingga mereka melihat siksaan yang pedih.” (Yunus: 88). Namun konon Allah baru mengabulkan doa beliau tersebut, sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah “Sesungguhnya permohonan kalian berdua dikabulkan” (Yunus: 89), setelah empat puluh tahun lamanya! Padahal yang berdoa adalah Nabi Musa ‘alaihissalam, salah seorang dari rasul-rasul Ulul ‘Azmi, sedangkan yang mengamininya adalah Nabi Harun ‘alaihissalam, seorang nabi yang mulia. Keduanya telah memenuhi semua syarat dan etika berdoa. Sementara pihak yang didoakan celaka ialah Fir’aun dan konco-konconya, yang sudah jelas manusia paling dzalim, fasik, dan kafir saat itu. Meski begitu, doa Nabi Musa tidak segera dikabulkan Allah, sebab doa tersebut adalah doa yang tidak sembarang doa. Diperlukan kerja keras dan pengorbanan untuk mewujudkannya. Itulah yang dimaksud dengan takaran doa. Dan ini harus benar-benar kita pahami.
Itulah beberapa hal yang menjadi penyebab sebuah doa tidak terkabul, berikut hikmah yang ada dibaliknya. Dengan mengetahui penyebab-peyebab dan hikmah-hikmah tersebut, semoga kita menjadi orang-orang yang tidak pernah bosan berdoa, karena doa adalah inti ibadah. Wallahu a’lam bish-shawab.

MEMBUAT FOTO PROFIL BERGERAK BAGIAN PERTAMA.

Hal pertama yang dilihat orang lain dalam profil kita, adalah Foto.

Ingin membuat Foto Profil-Mu, 

terlihat lebih keren...,?? 

Why Not...?? 

saya akan paparkan caranya., 

di praktek-in yaaa...., 

Kita akan membuatnya hanya dengan Photoscape.


Udah punya Aplikasi-nya belum..?? 

kalo belum, 

tinggal minta aja sama Mbah Google, 

dengan cara men-Downloadnya.


 

Ini Cara membuatnya : 


1. Siapkan foto-Mu, 

   Karna aku yang bikin, 

   pake foto-ku yaa.., (hehe...)


Masuk ke Photoscape,, 

   Kita Edit fotonya di bagian Editor., 

   trus cari tulisan Filter, 

   Klik. 

   trus cari Colored Pencil. 

   Klik aja., 

   ini hasilnya : 

Atur angka Colored Pencil-nya, 

   pada angka 5,,

Naik-kan angkanya jadi 10,, 

    maka foto-mu berubah seperti ini,,  

    jangan lupa di save yaa.. 

Kemudian pindahkan kursor ke bawahnya,, 

    pada tulisan Water color pencil,  

    Klik..  

 Selanjutnya kita masuk ke menu Animasi,, 

     ada dibagian paling atas.

     lalu Klik .  

     Susun foto-nya satu persatu.,  

     agar lebih menarik, selang-seling fotonya.

     Pake no.Effect aja, 

     sesuaikan kecepatan di angka 30.

     hasilnya berubah jadi begini  :

Finish. 

mudahkan...???

Keutamaan Bulan Sya’ban dan Malam Nisfu Sya'ban.

Sya’ban adalah bulan kedelapan dalam kalender Islam .Dinamakan Sya’ban, karena orang-orang Arab pada bulan-bulan tersebut yatasya’abun/berpencar untuk mencari sumber mata air. Dikatakan juga karena mereka tasya’ub/berpisah-pisah di gua-gua. Dan dikatakan juga sebagai bulan Sya’ban karena bulan ini muncul/sya’aba di antara dua bulan Rajab dan Ramadhan.
nisfu sya'ban

Sya'ban diambil kosa kata bahasa Arab yang berasal dari kata syi'ab yang artinya jalan di atas gunung. Islam kemudian memanfaatkan bulan Sya’ban sebagai waktu untuk menemukan banyak jalan, demi mencapai kebaikan.
malam nisfu sya'ban 1434/2013
Karena bulan Sya’ban terletak di antara bulan Rajab dan bulan Ramadhan, karena diapit oleh dua bulan mulia ini, maka Sya’ban seringkali dilupakan. Padahal semestinya tidaklah demikian. Dalam bulan Sya’ban terdapat berbagai keutamaan yang menyangkut peningkatan kualitas kehidupan umat Islam, baik sebagai individu maupun dalam lingkup kemasyarakatan.
nisfu syaban  
Karena letaknya yang mendekati bulan Ramadhan, bulan Sya’ban memiliki berbagai hal yang dapat memperkuat keimanan. Umat Islam dapat mulai mempersiapkan diri menjemput datangnya bulan termulia dengan penuh suka cita dan pengharapan anugerah dari Allah SWT karena telah mulai merasakan suasana kemuliaan Ramadhan.

ذاكَ شهر تغفل الناس فِيه عنه ، بين رجب ورمضان ، وهو شهر ترفع فيه الأعمال إلى رب العالمين، وأحب أن 
يرفع عملي وأنا صائم -- حديث صحيح رواه أبو داود النسائي


Terjemahan :
Bulan Sya'ban adalah bulan yang biasa dilupakan orang, karena letaknya antara bulan Rajab dengan bulan Ramadan. Bulan Sya’ban adalah bulan diangkatnya amal-amal. Karenanya, aku menginginkan pada saat diangkatnya amalku, aku dalam keadaan sedang berpuasa.” (HR Abu Dawud dan Nasa'i)
  bulan nifsu sya'ban
Dari sinilah diutamakan bulan sya'ban agar  senantiasa kita  memperbaiki amal ibadah dan lebih sungguh-sungguh lagi agar yang ternagkat adalah lebih banyak amal kebajikan .shodaqoh dan menjalin silaturrahim. Umat Islam di Nusantara biasanya menyambut keistimewaan bulan Sya’ban dengan mempererat silaturrahim melalui pengiriman oleh-oleh yang berupa makanan kepada para kerabat, sanak famili dan kolega kerja mereka. Sehingga terciptalah tradisi saling mengirim parcel di antara umat Islam.

Sebagian ulama, diantaranya Ibnul Mubarak telah merajihkan atau mengunggulkan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak pernah menyempurnakan puasa bulan Sya’ban akan tetapi beliau banyak berpuasa di dalamnya. Pendapat ini didukung oleh hadis yang diriwayatkan imam Muslim dari ‘Aisyah ra, katanya, ‘ Saya tidak mengetahui beliau SAW puasa satu bulan penuh kecuali Ramadhan’.

Malam Nisfu Sya'ban

Nisfu artinya separuh jadi separuh bulan dalam bulan arab biasanya adalah tanggal 15 Kaum Muslimin meyakini bahwa pada malam ini, dua malaikat pencatat amalan keseharian manusia, yakni Raqib dan Atid, menyerahkan catatan amalan manusia kepada Allah SWT, dan pada malam itu pula buku catatan-catatan amal yang digunakan setiap tahun diganti dengan yang baru.bulan nifsu sya'ban

Imam Ghazali mengistilahkan malam Nisfu Sya'ban sebagai malam yang penuh dengan syafaat (pertolongan). Menurut al-Ghazali, pada malam ke-13 bulan Sya'ban Allah SWT memberikan seperti tiga syafaat kepada hambanya. Sedangkan pada malam ke-14, seluruh syafaat itu diberikan secara penuh. Dengan demikian, pada malam ke-15, umat Islam dapat memiliki banyak sekali kebaikan sebagai penutup catatan amalnya selama satu tahun. Karepa pada malam ke-15 bulan Sya’ban nanti, catatan perbuatan manusia penghuni bumi akan dinaikkan ke hadapan Allah SWT.
nisfu syaban    
Para ulama menyatakan bahwa Nisfu Sya'ban juga dinamakan sebagai malam pengampunan atau malam maghfirah, karena pada malam itu Allah SWT menurunkan pengampunan kepada seluruh hamba Allah dipenjuru dunia .nisfu sya'ban
Malam Nishfu Sya’ban dan seluruh bulan adalah saat yang utama dan penuh berkah, maka selayaknya seorang muslim memperbanyak aneka ragam amal kebaikan. Doa adalah pembuka kelapangan dan kunci keberhasilan, maka sungguh tepat bila malam itu umat Islam menyibukkan dirinya dengan berdoa kepada Allah Subhanahu wata’ala terlebih-lebih bulan yang dibulan say'ban dan romadhon nanti  , tapi jangan menunggu hari esok tapi laksanakanlah ibadah dengan khusu; dan banyak hari sebab besok belum tentu bisa ibadah 

Kamis, 20 Juni 2013

Doa Dan Wiridan Ibu Hamil Sampai Melahirkan

Wiridan wanita hamil
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ [الفرقان
Robbanaa hab lanaa min azwaajinaa wa dzurriyyatinaa qurrota a’yun
Artinya : "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”. (QS. 25:74)
Dibaca sebanyak -banyaknya.
 Doa agar mudah melahirkan
ﺤﻨﺎ ﻭﻟﺪﺖ ﻤﺭﻴﻡ ﻭﻤﺭﻴﻡ ﻭﻟﺪﺖ ﻋﻴﺴﻰ ﺍﺨﺮﺝ ﺍﻴﻬﺎ ﺍﻟﻤﻮﻟﻮﺪ ﺒﻗﺪﺮﺓ ﺍﻟﻤﻠﻚ ﺍﻟﻤﻌﺒﻮﺪ
“ Hannaa Waladat Maryama Wa Maryama Waladat ‘Iisaa Ukhruj Ayyuhal Mauluudu Biqudrotil Malikil Ma’buudi “.
Artinya : “ Hana melahirkan Maryam, sedangkan Maryam telah melahirkan ‘Isa. Keluarlah (lahirlah) hai anak dengan sebab kekuasaan Raja (Allaah) yang disembah “.
Dibaca saat proses persalinan sebanyak-banyaknya oleh ibu yang akan melahirkan dan orang-orang yang hadir di saat persalinan.
 Doa setelah melahirkan
أُعِيْذُهُ بِالوَاحِدِ الصَّمَدِ مِنْ شَرِّ كُلِّ ذِى حَسَدٍ
U’iidzuhuu bil waahidis shomadi min syarri kulli dzii hasadin
Artinya : "Aku berlindung akannya dengan pertolongan Tuhan yang Esa yang ditumpu segala kehendak kepadaNya daripada sekalian yang mempunyai dengki"
Dibaca 3 atau 7 X
 Setelah bayi lahir diadzani ditelinga sebelah kanan dan dibacakan doa
إِنّى أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ ( آل عمران
“Innii u’iidzuhaa bika wa dzurriyyatahaa minas syaithoonir rojiimi”
Artinya : "Sesungguhnya aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada setan yang terkutuk." (QS. 3:36).
Kemudian dibacakan kalimah Iqomah ditelinga sebelah kiri, diberi nama yang bagus, dicukur rambutnya, dicelaki dan disuapi makanan-makan yang manis seperti madu, kurma dll. Sambil dibacakan doa
اللهم بارك لنا ولهذا الولد في حياته وطول عمره بطاعتك يا ارحم الراحمين
Allaahumma baarik lanaa wa lihaadzal waladi fii hayaatihii wa thowwil ‘umrohuu bi thoo’atika Yaa arhamar Roohimiin
Artinya : “Ya Allah, berikanlah keberkahan pada kami dan anak ini, serta panjangkan umurnya dengan senantiasa (menjalani) taat kepada-Mu wahai Dzat Yang paling menyayangi diantara yang menyayangi
Doa mencium anak kecil
اللهم حببه واحب من يحبه
“Allaahumma habbibhu wa ahibba man yuhibbuhuu”
Artinya : “Ya Allah cintailah dia dan cintai pula orang-orang yang mencintainya

Selasa, 18 Juni 2013

MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL (Hadits Sosial)

MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL (Hadits Sosial)
Manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Sebagai makhluk individu ia memiliki karakter yang unik, yang berbeda satu dengan yang lain (bahkan kalaupun merupakan hasil cloning), dengan fikiran dan kehendaknya yang bebas. Dan sebagai makhluk sosial ia membutuhkan manusia lain, membutuhkan sebuah kelompok – dalam bentuknya yang minimal – yang mengakui keberadaannya, dan dalam bentuknya yang maksimal – kelompok di mana dia dapat bergantung kepadanya
Manusia membutuhkan kebersamaan dalam kehidupannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan manusia beraneka ragam dan berbeda-beda tingkat sosialnya. Ada yang kuat, ada yang lemah, ada yang kaya, ada yang miskin, dan seterusnya. Demikian pula Allah Subhanahu wa Ta’ala ciptakan manusia dengan keahlian dan  Kepandaian yang berbeda-bedapula
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Manusia membutuhkan kebersamaan dalam kehidupannya. Semua itu adalah dalam rangka saling memberi dan saling mengambil manfaat. Orang kaya tidak dapat hidup tanpa orang miskin yang menjadi pembantunya, pegawainya, sopirnya, dan seterusnya. Demikian pula orang miskin tidak dapat hidup tanpa orang kaya yang mempekerjakan dan mengupahnya. Demikianlah seterusnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala  berfirman:
أَهُمْ يَقْسِمُوْنَ رَحْمَةَ رَبِّكَ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيْشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا وَرَحْمَةُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُوْنَ
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Rabbmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Rabbmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (Az-Zukhruf: 32)
Kebutuhan untuk berkelompok ini merupakan naluri yang alamiah, sehingga kemudian muncullah ikatan-ikatan – bahkan pada manusia purba sekalipun. Kita mengenal adanya ikatan keluarga, ikatan kesukuan, dan pada manusia modern adanya ikatan profesi, ikatan negara, ikatan bangsa, hingga ikatan peradaban dan ikatan agama. Dalam kaitannya dengan hal ini, Allah berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang mu’min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” (Al Hujurat:10)
Juga di dalam sebuah hadits dari Ibnu Umar ra yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, Rasulullah saw bersabda:
Artinya: “Orang muslim itu saudara bagi orang muslim lainnya. Dia tidak menzaliminya dan tidak pula membiarkannya dizalimi.
Dari dalil naqli di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa sesama muslim dan juga sesama mu’min adalah bersaudara, di mana tentunya kesadaran terhadap hal ini akan memberikan konsekuensi berikutnya.
Penyebutan secara eksplisit adanya persaudaraan antar sesama muslim (dan mu’min) di dalam Al Qur’an dan Hadits menunjukkan bahwa hal tersebut merupakan sesuatu yang perlu diperhatikan oleh kaum muslimin.
Dari sini kita dapat mengambil pelajaran bahwa sebuah komunitas (bisa berbentuk negara) hanya akan eksis dengan adanya kesatuan dan dukungan elemen-elemennya. Sedang kesatuan dan dukungan ini tidak akan lahir tanpa adanya rasa saling bersaudara dan mencintai. Namun persaudaraan inipun perlu didahului oleh suatu faktor pemersatu, berupa ideologi atau aqidah[.
Dalam rangka menjalin hubungan sosial dalam maknanya yang umum – ada beberapa tahapan konseptual yang perlu diperhatikan. Secara garis besar tahapan tersebut dapat dibagi menjadi:
  1. Ta’aruf
Ta’aruf dapat diartikan sebagai saling mengenal. Dalam rangka mewujudkannya, kita perlu mengenal orang lain, baik fisiknya, pemikiran, emosi dan kejiwaannya. Dengan mengenali karakter-karakter tersebut,
Dalam Surat Al Hujurat, Allah berfirman:
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Al Hujurat:13)
Ta’aruf ini perlu kita lakukan dari lingkungan yang terdekat dengan kita. Dengan keluarga, dengan lingkungan sekolah atau tempat bekerja, hingga berta’aruf dalam komunitas yang lebih luas,
Di era sekarang ini hal ini sudah hampir tidak diperhatikan apalagi masalah ta’aruf, diwilayah perkotaan, oran-orang sibuk memikirkan kepentingannya peribadi dan tidak memperdulikan lingkungan sekitarnya seperti yang bisa lihat di daerah perumahan (real estate) semua hidup dengan serba individulaistik.
  1. Tafahum
Pada tahap tafahum (saling memahami), kita tidak sekedar mengenal saudara kita, tapi terlebih kita berusaha untuk memahaminya. Sebagai contoh jika kita telah mengetahui tabiat seorang rekan yang biasa berbicara dengan nada keras, tentu kita akan memahaminya dan tidak menjadikan kita lekas tersinggung. Juga apabila kita mengetahui tabiat rekan lain yang sensitif, tentu kita akan memahaminya dengan kehati-hatian kita dalam bergaul dengannya.
Perlu diperhatikan bahwa tafahum ini merupakan aktivitas dua arah. Jadi jangan sampai kita terus memposisikan diri ingin difahami orang tanpa berusaha untuk juga memahami orang lain.
  1. Ta’awun
Ta’awun atau tolong-menolong merupakan aktivitas yang sebenarnya secara naluriah sering (ingin) kita lakukan. Manusia normal umumnya telah dianugerahi oleh perasaan ‘iba’ dan keinginan untuk menolong sesamanya yang menderita kesulitan – sesuai dengan kemampuannya. Hanya saja derajat keinginan ini berbeda-beda untuk tiap individu.
Dalam surat Al Maidah, Allah berfirman:
Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (Al Maaidah:2)
Dalam hadits:
Artinya: “Dan Allah akan selalu siap menolong seorang hamba selama hamba itu selalu siap menolong saudaranya.”
Juga dalam hadits Ibnu Umar di atas (“al muslimu akhul muslimi …”), seterusnya disebutkan bahwa siapa yang memperhatikan kepentingan saudaranya itu maka Allah memperhatikan kepentingannya, dan siapa yang melapangkan satu kesulitan terhadap sesama muslim maka Allah akan melapangkan satu dari beberapa kesulitannya nanti pada hari qiyamat, dan barangsiapa yang meneyembunyikan rahasia seorang muslim maka Allah menyembunyikan rahasianya nanti pada hari qiyamat.
Dalil naqli di atas memberi encouragement bahkan perintah kepada orang beriman untuk tolong-menolong, yang dibatasi hanya dalam masalah kebajikan dan taqwa. Bentuk tolong-menolong ini bisa dilakukan dengan saling mendo’akan, saling menasihati, juga saling membantu dalam bentuk amal perbuatan.
Dalam hal ini kita perlu memperhatikan hadits shahih dari Anas bin Malik ra, bahwa Rasulullah saw bersabda:
Artinya: “Tolonglah saudaramu yang berbuat zalim atau yang dizalimi.” Aku bertanya, “Ya Rasulullah, menolong orang yang dizalimi dapatlah aku mengerti. Namun, bagaimana dengan menolong orang yang berbuat zalim?” Rasulullah menjawab, “Kamu cegah dia agar tidak berbuat aniaya, maka itulah pertolonganmu untuknya.”
Jadi kita seharusnya berterima kasih jika ada yang menegur kita, bahkan mencegah kita dengan kekuatan manakala kita sedang berbuat kesalahan.
  1. Takaful
Takaful ini akan melahirkan perasaan senasib dan sepenanggungan. Di mana rasa susah dan sedih saudara kita dapat kita rasakan, sehingga dengan serta merta kita memberikan pertolongan. Dalam sebuah hadits Rasulullah memberikan perumpamaan yang menarik tentang hal ini, yaitu dengan mengibaratkan orang beriman – yang bersaudara – sebagai satu tubuh.
Dalam hadits:
Artinya: “Perumpamaan orang-orang beriman di dalam kecintaan, kasih sayang, dan hubungan kekerabatan mereka adalah bagaikan tubuh. Bila salah satu anggotanya mengaduh sakit maka sekujur tubuhnya akan merasakan demam dan tidak bisa tidur.”
Unsur pokok di dalam bersosial adalah mahabbah (kecintaan), yang terbagi dalam beberapa tingkatan:
  • Tingkatan terendah adalah salamus shadr (bersihnya jiwa) dari perasaan hasud, membenci, dengki dan sebab-sebab permusuhan/pertengkaran. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim, Rasulullah saw bersabda bahwa tidak halal bagi seorang muslim mendiamkan saudaranya selama tiga hari, yang apabila saling bertemu maka ia berpaling, dan yang terbaik di antara keduanya adalah yang memulai dengan ucapan salam. Juga dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Rasulullah saw bersabda bahwa ada tiga orang yang shalatnya tidak diangkat di atas kepala sejengkal pun, yaitu seorang yang mengimami suatu kaum sedangkan kaum itu membencinya, wanita yang diam semalam suntuk sedang suaminya marah kepadanya, dan dua saudara yang memutus hubungan di antara keduanya.
  • Tingkatan berikutnya adalah cinta. Di mana seorang muslim diharapkan mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri, seperti dalam hadits: “Tidak sempurna iman seseorang di antara kamu sehingga ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri.” (HR muttafaq alaihi)
  • Tingkatan yang tertinggi adalah itsar, yaitu mendahulukan kepentingan saudaranya atas dirinya dalam segala sesuatu yang ia cintai, sesuatu yang untuk zaman sekarang sering baru mencapai tahap wacana. Patut kita renungkan kisah sahabat nabi dalam sebuah peperangan, di mana dalam keadaan sekarat dan kehausan dia masih mendahulukan saudaranya yang lain untuk menerima air[.
Aktivitas-aktivitas sosial yang  memang merupakan seruan Islam harus dilaksanakan supaya kohevitas social terjaga  diantaranya dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut;
1. Silaturahim
Islam menganjurkan silaturahim antar anggota keluarga baik yang dekat maupun yang jauh, apakah mahram ataupun bukan. Apalagi terhadap kedua orang tua. Islam bahkan mengkatagorikan tindak “pemutusan hubungan silaturahim” adalah dalam dosa-dosa besar.
“Tidak masuk surga orang yang memutuskan hubungan silaturahim” (HR. Bukhari, Muslim)
2. Memuliakan tamu
Tamu dalam Islam mempunyai kedudukan yang amat terhormat. Dan menghormati tamu termasuk dalam indikasi orang beriman.
“…Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya” (HR. Bukhari, Muslim)
3. Menghormati tetangga
Hal ini juga merupakan indikator apakah seseorang itu beriman atau belum.
“…Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia memuliakan tetangganya” (HR. Bukhari, Muslim)
Apa saja yang bisa dilakukan untuk memuliakan tetangga, diantaranya:
- Menjaga hak-hak tetangga
- Tidak mengganggu tetangga
- Berbuat baik dan menghormatinya
- Mendengarkan mereka
- Menda’wahi mereka dan mendo’akannya, dst.
4. Saling menziarahi.
Rasulullah SAW, sering menziarahi para sahabatnya. Beliau pernah menziarahi Qois bin Saad bin Ubaidah di rumahnya dan mendoakan: “Ya Allah, limpahkanlah shalawat-Mu serta rahmat-Mu buat keluarga Saad bin Ubadah”. Beliau juga berziarah kepada Abdullah bin Zaid bin Ashim, Jabir bin Abdullah juga sahabat-sahabat lainnya. Ini menunjukkan betapa ziarah memiliki nilai positif dalam mengharmoniskan hidup bermasyarakat.
“Abu Hurairah RA. Berkata: Bersabda Nabi SAW: Ada seorang berziyarah pada temannya di suatu dusun, maka Allah menyuruh seorang malaikat (dengan rupa manusia) menghadang di tengah jalannya, dan ketika bertemu, Malaikat bertanya; hendak kemana engkau? Jawabnya; Saya akan pergi berziyarah kepada seorang teman karena Allah, di dusun itu. Maka ditanya; Apakah kau merasa berhutang budi padanya atau membalas budi kebaikannya? Jawabnya; Tidak, hanya semata-mata kasih sayang kepadanya karena Allah. Berkata Malaikat; Saya utusan Allah kepadamu, bahwa Allah kasih kepadamu sebagaimana kau kasih kepada kawanmu itu karena Allah” (HR. Muslim).
6 Peduli dengan aktivitas sosial.
Orang yang peduli dengan aktivitas orang di sekitarnya, serta sabar menghadapi resiko yang mungkin akan dihadapinya, seperti cemoohan, cercaan, serta sikap apatis masyarakat, adalah lebih daripada orang yang pada asalnya sudah enggan untuk berhadapan dengan resiko yang mungkin menghadang, sehingga ia memilih untuk mengisolir diri dan tidak menampakkan wajahnya di muka khalayak.
“Seorang mukmin yang bergaul dengan orang lain dan sabar dengan gangguan mereka lebih baik dari mukmin yang tidak mau bergaul serta tidak sabar dengan gangguan mereka” (HR. Ibnu Majah, Tirmidzi, dan Ahmad).
7. Memberi bantuan sosial.
Orang-orang lemah mendapat perhatian yang cukup tinggi dalam ajaran Islam. Kita diperintahkan untuk mengentaskannya. Bahkan orang yang tidak terbetik hatinya untuk menolong golongan lemah, atau mendorong orang lain untuk melakukan amal yang mulia ini dikatakan sebagai orang yang mendustakan agama.
“Tahukah kamu orang yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin” (Al Maa’un: 1-3).
Dari uraian-uraian di atas jelaslah bahwa Islam menuntut ummatnya untuk menerapkan perilaku-perilaku kebaikan sosial. Untuk lebih luas lagi dapat dikatakan bahwa wujud nyata atau buah dari seorang mu’min yang rukuk, sujud, dan ibadah kepada Allah SWT adalah dengan melakukan aktivitas kebaikan. Seorang yang menyatakan diri beriman hendaknya senantiasa menyuguhkan, menyajikan kebaikan-kebaikan di tengah masyarakat. Jika setiap orang yang beriman rajin melakukan hal ini, maka tatanan sosial yang di cita-citakan oleh ilmuan-ilmuan sosial akan terujud.
Manusia harus manjalin tiga hubungan yang harmonis dengan tiga elimen didunia ini, diantaranya dengan tuhannya, manusia, dan alam. Alam akan terperlihara ketika manusia sadar bahwa dia membutuhkan alam untuk keberlangsungan hidupnya, terjadi ekploitasi terhadap alam dikarenakan manusia tidak beriman kepada tuhannya, padahal tuhan memberikan anugrah alam ini untuk di urus oleh manusia supaya seimbang dan tidak menimbulkan malapetaka bagi manusia sendiri, seperti dalah hadits nabi saw;
حد ثنا ابو بكر بن ابى شيبة ومسدد المعنى قالا حد ثنا سفيان عن عمرو عن ابى قا بوس مولى لعبد الله بن عمرو عن عبد الله بن عمرو يبلغ به النبي صلى الله عليه وسلم الراحمون يرحموهم الرحمن ارحموا اءهل الرض يرحمكم من فى السماء
Artinya :
Mengajarkan kepada kita abu bakar Ibn Abi syaibah dan musaddad al-ma’na berkata Abu Bakar telah mengajarkan Sufyan dari Umar bin Qabus Maula Lingabdillah dari Abdullah bin Umar sampai Abu Bakar kepada Nabi SAW; Yang merohmat kamu sekalian akan merahmat kamu yaitu allah swt, harus saling menyayangi terhadap ahli bumi maka akan merahmat kepada kamu dzat yang ada dilangit
Dalam kata “ ارحموا” menyatakan bahwa kita harus menyayangi terhadap segala apa yang ada dimuka bumi ini, baik terhadap manuisa, hewan, tumbuhan , dan lain-lain yang dikatergarikan sebagai makhluk yang ada dimuka bumi ini.
Manusia mengekplotasi alam sekitarnya maka dia sesungguhnya telah berbuat dholim pada dirinya dan tidak menyayangi terhadap alam, contoh, banjir yang melanda banyak daerah di Indonesia, karena manusia telah mengekplotasi alam dengan menebang pohon yang tidak memperhatikan keseimbangan alam dalam artian manusia tidak memakai etika tetang tata cara pemakaian sumberdaya alam.
Untuk menciptakan tatanan social yang tentram dan yaman bagi semuanya manusia dituntuk untuk menjaga lisan, tangan, darah dan hartanya seperti hadis rasullah
حد ثنا قتيبة حد ثنا الليث عن ابن عجلان القعقاع بن حكيم عن ابي صالح عن ابى هريرة قال قال رسول الله عليه وسلم المسلمو من سلم المسلمون من لسنانه ويده والمؤمن من امنه الناس على دمائهم واموالهم
Artinya : telah menagajarkan Kutaibah telah mengajarkan al-Laitsu dari ibnu A’jlan dari Qa’qa’i bin Hakim dari Abi Sholih dari Abi Khurairah berkata Abu Khurairah berkata nabi saw; yang disebut orang muslim adalah orang yagn bisa menjaga lisan dan tangannya dan yang disebut orang mu’min adalah orang yang menjaga darah-darah manusia dan harta-hartanya
حدثنا عبدالرحمن حدثنا شعبة عن سعيد بن ابي بردة عن ابيه عن جده انرسول الله صلى الله عليه وسلم قال على كل مسلم صدقة قال افرايت ان لم يجد قال يعمل بيده فينفع نفسه وتصدق قال افرايت ان لم يستطع ان يفعل قال يعن ذا الحاجة الملهوف قال افرايت ان لم يفعل قال ياء مر بلاخير او بالعدل افرايت ان لم يستطع ان يفعل قال يمسك عن الشر فانه له صد قة
Artinya : mengajrakan Abdurrahman mengajarkan Syu’bah dari Sya’id bin abi Burdah dari ayahnya dari kakekeknya  bahwasannya Rasulallah saw  berkata; setiap orang muslim itu sodaqah, berbicara rasul apakah kamu tidak tahu kalau tidak menjumpai, maka berkata rasul beramal dengan tangan mencari manfaat  terhadap dirinya sadaqah , apa kamu  tidak mengetahui jikau tidak mapu untuk mengerjakannya maka rasul berkata tentukan kebutuhan yang dianiyaya, berkata rasul apa kamu tidak mengetahui  kalau tidak mengerjakan itu berkata rasul, memerintah terhadap kebaikan atau terhadap keadilan, jikalau tidak mampu untuk mengerjakannya maka berhentilah kamu dari berbuat kejelekan maka itu sudah merupakan sadaqah buat kamu.